Metode Sorogan dan Bandongan | Cara Ajaib Mengaji di Pesantren

Posted by

Metode sorogan dan bandongan merupakan metode pembelajaran kitab kuning di pesantren salafiyah yang cukup terkenal. Apalagi ngaji kitab adalah ruh yang melekat pada jiwa pondok dan tidak bisa dipisahkan. 

Namun, bagi kalangan non pesantren tentu masih belum begitu paham seluk beluk ngaji kitab hingga metode yang digunakan. Padahal metode ini digunakan oleh Pesantren Kitab Kuning di Indonesia.

Oleh sebab itu kami akan jelaskan metode sorogan dan bandongan dari beragam sumber.

Metode Sorogan dan Bandongan Adalah

Kata sorogan sendiri berasal dari bahasa jawa “nyorog”, artinya menyodorkan kitab kepada kyai ataupun asistennya. 

Metode sorogan dan Bandongan

Jadi pada dasarnya, seorang santri menghadap guru atau kyai, membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kemudian sang kyai membacakan dan memberikan arti beserta maknanya. Dan santri tetap tenang menyimak juga memperhatikan. 

Setelah itu santri kemudian mengulang kembali semua yang telah disampaikan oleh kyai kepadanya. Inilah yang dimaksud “nyorog” kitab atau sorogan. Metode ini dinilai memang cukup sulit, karena membutuhkan ketenangan, kesabaran, juga ketekunan santri. 

Dari sorogan, bisa dilihat apakah santri tersebut rajin sorogan kepada kyainya. Semakin rajin santri menghadap kyai, maka keterampilan membaca kitabnya akan juga meningkat. 

Apa perbedaannya dengan metode bandongan? 

Kata bandongan sendiri sama berasal dari bahasa jawa, yang artinya pergi berbondong-bondong. Disebut juga wetonan atau waktu, karena metode ini digunakan pada jam – jam tertentu saja. 

Dengan kata lain bandongan merupakan metode pembelajaran di mana sang kyai ataupun seorang guru yang duduk membaca kitab, menerangkan arti, dan menjelaskan isi maksudnya. 

Sedangkan santri khidmat mendengarkan dan menulis arti juga membuat catatan yang kurang dipahami. Sehingga metode sorogan dan bandongan adalah metode klasik mengaji kitab di pesantren.

Dua metode ini jamak ditemui di Sidogiri Pasuruan, Langitan Tuban, Lirboyo Kediri, Tremas Pacitan

Metode Mengaji yang Istimewa

Dan ternyata baik metode sorogan dan bandongan sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW yang lebih dikenal dengan istilah halaqoh. Para sahabat yang duduk melingkari Rasullullah. 

Dilansir dari nazlahasni.com salah satu bukti bahwa metode sorogan ada pada zaman nabi ialah ketika Rasulullah membacakan firman Allah kepada para sahabatnya. 

Adalah Zaid bin Tsabit yang menuliskan ayat-ayat tersebut di atas pelepah kurma, batu, dan media tulis lainnya. Selain itu ada Abu Hurairah, sahabat nabi yang paling banyak meriwayatkan hadist.

Jika ditelisik, metode sorogan dan bandongan malah sudah mendarah daging dalam sistem belajar di Indonesia. 

Di sekolah, guru memaparkan materi dan murid-murid duduk menyimak, atau di perguruan tinggi disebut studium general. Bagaimana? Tentu Anda tidak sadar kan? 

Bisa dibilang, kedua metode ini sering kita jumpai bukan hanya di pondok pesantren melainkan juga sekolah umum. 

Kelebihan dan Kekurangan 

Memiliki sejarah yang istimewa, tentu metode mengaji sorogan dan bandungan ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari metode sorogan sebagai berikut:

  • Baik santri maupun Kyai mempunyai ikatan 
  • Sorogan bisa menjadi tolak ukur santri, sejauh mana kemampuan bahasa arabnya. Begitu pula dengan kualitas. 
  • Ilmu yang didapatkan santri adalah ilmu langsung yang diturunkan Kyai kepadanya
  • Bagi santri ber-IQ tinggi bisa lebih cepat menamatkan kitabnya, tapi sebaliknya akan membutuhkan waktu yang lebih lama. 

Untuk kekurangannya adalah metode ini kurang tepat digunakan jika jumlah santri sangat banyak dan waktu terbatas, terlebih metode ini cepat membuat bosan. 

Kelebihan metode bandongan di antaranya : 

  • Praktis, jumlah santri tidak menjadi masalah
  • Materi lebih mudah dipahami karena terus diulang-ulang
  • Efisien karena santri bisa mencatat yang tidak dipahaminya. 

Namun, metode bandongan dinilai tidak modern, dan membuat santri tidak kreatif. Karena santri hanya menyimak materi Kyai saja. 

Karena biasanya satu orang Kyai dikelilingi puluhan hingga ratusan santri. Bisa dibayangkan metode ini untuk santri, bisa jadi ada yang tertidur karena mengantuk, tapi tidak terlihat, karena banyaknya santri yang mendengar. 

Fleksibilitas Metode Sorogan dan Bandongan

Bukan hanya kitab kuning yang bisa diajarkan menggunakan metode sorogan ataupun bandongan. Artinya, kedua metode ini bisa digunakan kyai atau guru untuk mengajar materi apapun. Tidak dikhususkan kitab kuning saja. 

Dalam tahfidz (menghafal) Al-quran misalnya, metode sorogan pun cocok diaplikasikan. Tapi ada strategi khusus yang digunakan. 

Mulai dari pengulangan ganda. Di sini sang Kyai menuturkan ayat – ayat yang akan dihafalkan santri dan santri akan mengulang ayatnya. 

Tidak hanya sekali melainkan berkali – kali pengulangan. Kemudian kyai tidak akan berpindah halaman ataupun ayat jika santri belum sempurna hafalannya. 

Menghafal dengan sorogan akan mempermudah santri dalam hafalannya, karena santri juga bisa memahami kandungan ayat, tata letak, hingga tajwidnya yang selalu diperhatikan Kyai ketika santri tersebut “menyorog” kan hafalannya. 

Bahkan ada penelitian bagaimana metode bandongan digunakan dalam tahfidz qur’an. Metode bandongan dengan penambahan sistem murojaah dan ziyadah. 

Santri menghafal, mengulang, dan menambah hafalannya di depan Kyai. Pada intinya, kedua metode ini sama – sama bisa diterapkan di mana saja. Masya Allah.

Oleh sebab itu metode sorogan dan bandongan di pesantren bisa dikatakan menjadi model inti pola pembelajaran yang abadi. 

PanduanTerbaik.id

One comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *