Kehidupan di pesantren sebenarnya tidak bisa ditulis dengan artikel pendek. Karena sangat banyak kenangan yang dirasakan. Hingga dinamika yang tidak bisa dilupakan. Apalagi hidup di pesantren tidak hanya satu dua bulan, tapi bertahun-tahun.
Tapi kami berusaha menuliskan kegiatan sehari-hari di pondok pesantren yang paling berkesan. Terutama agar menjadi tips hidup di pondok pesantren sehingga bisa betah.
Karena sifat anak pesantren yang unik. Kami menulis berdasarkan pengalaman selama enam tahun menjadi santri di pesantren modern. Kami tulis kehidupan di waktu pagi, selebihnya di episode lain.
Daftar Isi
Bagaimana Suasana Kehidupan di Pesantren
Saya menyadari pesantren tidak seperti boarding school. Saya pernah menulisnya di sini. Kehidupan di pesantren menurut saya jauh lebih sederhana. Dimulai dari bangun tidur. Biasanya dibangunkan oleh suara bacaan Quran dari masjid. Sekitar 3:30.

Kalau telinga kita peka, maka langsung bangun. Tapi kalau sudah ngorok sampai terdengar di telinga kamar tetangga, pasti nunggu ustadz yang membangunkan. Pakai sajadah, disenggol-senggol. Nanti pelan-pelan dengan mata masih tertutup kita ke kamar mandi untuk wudlu.
Nah kalau susah banget dibangunkan, ada banyak terapi dilakukan oleh ustadz. Yang jelas bukan terapi herbal. Pertama bawa semprotan burung. Jadi wajah kita dianggap burung. Disemprot, nanti lama-lama juga bangun.
Kedua, kalau cara halus tidak mempan otomatis sedikit diberikan kasih sayang, caranya disiram. Kasur basah nanti tinggal jemur. Ga susah. Yang susah adalah shock setelah tidur. Dikirain mimpi basah, eh ternyata-ternyata kena siram.
Antara Ngantuk dan Mimpi di Pesantren
Nanti di kamar mandi pasti masih ada yang numpang tidur, sambil jongkok, sambil berdiri. Mata mejem. Tangan garuk-garu anu. Sampai ada yang masih ngantri padahal di kamar mandi sudah kosong.
Karena saya santri putra, maka lebih kental dengan kehidupan santri putra di dalam pondok pesantren. Pokoknya ada bahasa garuk-garuk anu, berarti itu santri putra. Kalau putri garuk-garuk ini. Hehehe.
Tapi di sinilah hukuman mulai menanti. Santri harus sudah berada di masjid, atau di kamar ketika adzan subuh sudah berkumandang. Maka yang lengket di tiang kamar mandi karena mengantuk siap-siap dapat hukuman. Karena semua sudah pakai sarung, dia dengan pedenya masih pakai celana.
Hukuman di Pesantren Dimulai
Hukumannya bisa diberdirikan biar malu sebentar, tapi anak santri ga’ ada malunya. Hehehe. Bisa push up, bisa juga dijewer. Pokoknya yang membuat kita jera. Kehidupan di pesantren mengajarkan hidup selalu ada konsekuensi.
Ketika shalat subuh ada dua jenis di pesantren. Beberapa pesantren mewajibkan setiap shalat lima waktu di masjid. Beberapa pesantren ada waktu-waktu shalat di kamar. Karena untuk pendidikan menjadi imam. Jadi meski saya anak kecil 12 tahun, sudah rutin jadi imam seminggu sekali di kamar.
Ada jadwal, hari ini imamnya siapa. Jadi santri memang sudah biasa menjadi imam shalat, sehingga mahir kalau jadi imam rumah tangga. Promosi. Bagaimana kalau tidak mau, dihukum lagi. Harus mau.
Pernah ada santri dia tidak hafal dengan doa bahasa arab. Karena baru masuk pesantren. Ketika jadi imam berdoa menggunakan bahasa Indonesia.
Ratapan-ratapan kehidupan di pesantren semuanya keluar, “Ya Allah kalaulah ibu dan ayah belum punya uang, maka berikan ya Allah agar bisa mengirim untuk anaknya ini.”
Mulia
Kita jadi ma’mum antara khusyu’ dan tertawa berbeda tipis. Walaupun setelah itu anaknya dihukum. Disuruh menghafal doa. Bukan kiriman uang yang didapat, hukuman yang dia nikmati. Apes.
Barulah selepasnya membaca Al Quran. Ada yang masih harus ikut tahsin, ada yang sudah mandiri tilawahnya, ada yang tahfidz Quran. Karena sisa ngantuk masih ada, pasti ada murabbi atau pendamping asrama yang keliling. Kalau ngantuk baca Quran sambil berdiri.
Bukan berarti sambil berdiri sudah tidak ngantuk. Karena keajaiban santri adalah bisa tidur sambil berdiri. Caranya nyandar ke tembok, terus pecinya nutup mata. Nanti kita yang baca Quran perhatikan baik-baik kapan anak itu dihukum lagi. Begitulah siklus kehidupan di pesantren.
Waktunya Santri Teriak
Selepas tiga puluh menit membaca Quran, nantinya ada pembelajaran bahasa, sekitar 05:00. Nah biasanya kalau untuk santri di pesantren modern belajar bahasa arab atau inggris. Tapi kalau di pesantren salafiyah belajar nadzaman atau lalaran. Tapi inti dari keduanya teriak-teriak.
Yang di modern teriak kosa kata, yang di salafiyah teriak bait-bait untuk dihapal. Seru. Entah siapa yang menerapkan kalau habis subuh harus teriak-teriak. Karena kalau tidak ngantuknya santri tidak bakal hilang.
Kadang kita teriak di telinga teman biar bangun. Dia kadang setengah marah. Nunggu hari esok yang teriak ngantuk. Balas lagi. Gitu seterusnya, keseruan kehidupan di pesantren dimulai di sini, “Kitabun!!!”
Waktu Olah Raga di Pesantren
Setelah teriak giliran tubuh kita disuruh gerak. Ini ada tiga tipe di pesantren. Ada tipe yang memang suka olah raga. Ini biasanya anak-anak yang aktif organisasi, suka berteman, suka bergaul, dan menganggap belajar itu gampang.
Tapi uniknya, karena waktu mepet, pakai bajunya cepet-cepetan. Ke jemuran mengambil baju olah raga. Karena warna, garis, sampai baunya sama, terkadang keliru mengambil yang bukan miliknya.
Nah yang empunya, kadang merasa dengan telepatinya bahwa baju olah raga yang tertinggal bukan miliknya. Maka di sinilah cerita kehilangan baju bermula. Bukan karena sengaja diambil. Tapi ada sosok yang ingin cepat, ada sosok yang telepatinya terlalu kuat.
Tipe santri kedua adalah mereka yang lebih suka belajar. Ini yang memang benar-benar ingin mendapatkan ilmu di pesantren. Baca kitab di depan asrama. Atau di bawah pohon sambil sarungan. Pokoknya dia belajar. Menghafal. Bakat kyainya muncul.
Santri Yang Dihindari
Pokoknya jangan yang nomor tiga, melanjutkan tidur. Ini jumlahnya lumayan. Konon alasannya karena habis belajar kitab sampai malam.
Tapi percayalah, yang suka tidur ini sudah bawaan dari rumah. Hehehe. Dia mencari tempat-tempat paling nyaman dan tersembunyi. Sehingga bisa melanjutkan mimpi.
Nah kalau saya tipe yang nomor satu, tapi kalau mau ujian jadi nomor dua. Hehehe. Kalau belajar terus pusing. Yang penting hafal juga. Yang jelas, kelompok nomor satu akan memiliki sikap penuh kebaikan kepada kelompok dua ketika ujian akan datang.
Waktu Makan di Pesantren
Inilah kegiatan yang paling diidam-idamkan. Ada anak yang menganggap mandi dulu. Ada juga makan dulu. Tapi rumus umumnya gini, kalau di santri putri wajib mandi dulu. Santri putra jangan sampai lupa makan.
Nah karena saya santri putra, maka cerita makan dulu ya. Soalnya kalau belum makan tidak bisa berpikir jernih. Wkwkwk. Jadi harus makan. Kalau di pesantren, piring akan dibawa dari kamar. Jangan lupa dikasih namanya. Sekali lagi piringnya seribu santri warna dan bentuknya banyak yang sama. Nanti dikira punya dia.
Kita akan bawa namanya kartu makan. Nanti kartu makannya diambil sebagai tanda tidak bisa makan kedua kalinya. Kalau di Sidogiri Pasuruan yang dibawa adalah barcode. Jadi mau makan scan barcode. Keren ya. Kami pernah mengulas khusus di sini.
Lauk Pagi di Pesantren
Kalau lauk tergantung biaya. Pesantren yang mahal. Lauknya enak lah. Kalau saya dulu sederhana sekali. Terkadang pagi hanya kecap cabai, tahu, kerupuk. Itu dah rame lho. Kerupuknya kriuk-kriuk. Nah karena makannya rame-rame, jadi entah kenapa enak sekali.
Tapi kalau pagi tidak pernah enak banget lauknya. Pecel tempe, sayur kerupuk. Pokoknya yang wajib kerupuk dan sambal. Yang lain sunnah. Tapi entah kenapa kalau pagi pasti lahap. Ga seperti makan malam yang lebih enak, tapi kadang malas.
Waktu Mandi di Pesantren
Nah kalau di santri putra makannya harus cepet. Karena masih mau ngantri mandi. Apakah ada yang sudah mandi? Banyak, ini biasanya kaum yang mandinya lama. Jadi mereka tidak banyak olah raga, pokoknya di kamar mandi bisa lebih lama.
Tapi mandi di pesantren berbeda. Bawa gayung, ada sabun, odol, sampo. Lengkap lah. Namun seingat saya dulu di pesantren jarang yang lengkap seperti ini. Paling gayung, odol sikat gigi, dan sabun. Ada juga yang sifatnya seperti keluarga. Sabunnya pinjam.
Contoh saya pertama kali mandi, memakai sabun batangan lifebuoy. Saya keluar kamar mandi, karena teman saya tidak bawa, dia pakai, “Eh pinjam ya. Lupa tidak bawa.” Pokoknya santri dekat dengan lupa.
Begitu seterusnya sampai waktu mandi pagi selesai, sabunnya sudah mengecil sekali ketika kembali ke pangkuan saya. Itupun terkadang yang minjam lupa kalau ada bulu yang nyangkut. Hadeuh.
Ini dulu ya. Soalnya menjelaskan kehidupan di pesantren butuh berlembar-lembar. Ini saya ringkas di waktu paginya saja. Soalnya memang drama kehidupan di pesantren akan dimulai di waktu pagi.