Tujuan Mondok di Pesantren Yang Mengubah Hasil

Posted by

Tujuan mondok di pesantren bagi setiap santri, bahkan orang tua yang memasukkan anaknya bisa berbeda-beda. Pengalaman kami menemui wali santri, dan selama kami menjadi santri sebagai landasan argumen ini.

Nah ternyata perbedaan tujuan ini bisa mengubah hasil dari sang anak yang masuk pesantren. Inilah pentingnya memahami tujuan mondok di pesantren. Istilahnya membetulkan niat. Masalahnya menemukan niat yang pas tidaklah mudah.

Problem Tujuan Mondok di Pesantren

Namun demikian ada satu problem klasik dalam menentukan apa tujuan mondok di pesantren. Yaitu perbedaan keinginan antara anak dan orang tua. Ini sisi utama yang perlu diselesaikan.

Perbedaan itu umumnya berupa sang anak ingin masuk pesantren, orang tua ingin anaknya sekolah di tempat umum, formal biasa, maksimal full day. Sebaliknya, ada juga orang tuanya ngebet agar anaknya masuk pesantren tapi sang anak justru ngebet di sekolah umum.

tujuan mondok di pesantren

Memang biasanya pada saling memaksa. Tidak peduli anak tidak sudi, orang tua tetap maksa agar anaknya masuk pesantren. Sampai anak nangis, tidak peduli. Pokoknya tetap harus masuk pesantren.

Tapi ternyata efek dari pemaksaan yang demikian tidaklah bagus. Kami sering menemukan anaknya justru tidak bertahan lama, satu bulan dua bulan. Sedikit yang pada akhirnya bisa membetahkan diri hidup di pesantren.

Tujuan Mondok di Pesantren

Umumnya ada tiga tujuan mondok di pesantren. Pertama memang keinginan untuk mendapatkan ilmu yang ada di pesantren. Ilmu syari’ah, ilmu Al Quran, dan banyak keilmuan lainnya.

Dengan tujuan nomor satu, sang anak akan sungguh-sungguh belajar di pesantren. Setiap ilmu, dan setiap guru yang mengajar akan dinikmati. Ini yang pada akhirnya akan menjadi alim ulama.

Tujuan masuk pondok pesantren kedua adalah agar sang anak punya landasan agama. Jadi lebih kepada nantinya ketika hidup sang anak mampu bekerja dalam bidang apa saja, tapi memiliki hidup beragama yang kuat.

Tujuan yang kedua ini sangat banyak ditemukan, dan paling umum di antara tujuan yang lainnya. Karena pada akhirnya santri juga belajar pendidikan formal, tapi hidup di lingkungan yang agamis. Maka biasa shalat berjama’ah, biasa puasa sunnah, dan lain sebagainya.

Tujuan mondok yang ketiga adalah memperbaiki akhlaq. Jadi kadang ada orang tua yang menemukan anaknya nakal sekali. Lupa kalau buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Tapi kemudian yang diikrarkan adalah dikirim ke pesantren.

Jadi pesantren dianggap sebagai tempat bengkel perbaikan anak nakal. Yang demikian, biasanya anaknya berontak, dan belum tentu di pesantren berubah. Kadang justru kenakalannya semakin menjadi-jadi demi membuktikan kepada orang tua bahwa dirinya memang tidak cocok masuk pesantren.

Kisah Anak Pesantren

Saya memiliki teman dari Bone yang waktu itu mondok memang keinginan sendiri. Dia berangkat sendirian menaiki kapal dan ketika di Surabaya dia bingung bagaimana caranya masuk ke pesantren Gontor.

Hingga ada orang yang bertanya pada si kecil, “Mau ke mana?”

“Saya mau ke Ponorogo,” jawabnya polos. Sebut saja namanya Farhan.

“Nak, tidur di rumah bapak dulu. Besok berangkat. Ponorogo sangat jauh. Ini sudah malam, bahaya kalau kamu ketiduran.”

Anak itu menurut. Besok paginya berangkat hingga sampai di pesantren Gontor. Ajaibnya lagi dia tidak tahu kalau harus mendaftar sekitar 3 juta rupiah pada tahun 2000. Dia tidak punya uang.

Allah memberikan jalan, dipertemukan dengan sesama orang Sulawesi yang kebanyakan uang, “Pakai uangku dulu.” Sebut saja namanya Gufron.

“Tapi aku tidak bisa mengembalikan,” ujar Farhan.

“Sudah tidak apa-apa,” Gufron mengiyakan. Keduanya pada akhirnya ikut tes. Saat yang lain banyak tidak lolos, ajaib kedua anak ini lolos.

Di pondok yang lebih bersungguh-sungguh sebagai santri adalah Farhan. Sedangkan Gufron lebih senang bermain bersama teman-temannya. Kini Farhan sudah mendirikan pesantren bersama masyarakat di Bone.

Inilah mengapa tujuan mondok di pesantren sangat penting dalam menentukan hasil akhir anak tersebut nyantri. Sehingga apa yang diharapkan benar-benar tercapai. Gufron meskipun senang bermain di pesantren tapi dikenal sebagai sosok religius.

Saran untuk Orang Tua

Jika memiliki anak yang belum mau masuk pesantren, agar mampu mengubah niatnya, biasanya temukan hobinya. Misal sang anak suka main bola, maka cari pesantren yang ada lapangan bola.

Sang anak suka bulu tangkis, maka cari pesantren yang ada lapangan bulu tangkisnya. Bahkan ada anak yang sukanya berkebun, cari juga pesantren yang ada ekstra berkebun.

Biasanya yang awalnya nolak, menjadi lunak. Apalagi lihat teman-temannya suka bermain sepakbola, dia ingin gabung bersama mereka. Semoga menjadi barakah untuk orang tua di akhirat kelak.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *