3 Alasan Investasi Saham Hingga Buntung dan Buntung

Posted by

Alasan Investasi Saham | Saya dulu sangat awam dengan dunia saham. Namun karena suka membaca, tiba-tiba mengetahui sosok Warren Buffet, sosok jajaran orang terkaya di dunia. Uniknya, semua kekayaannya hasil investasi di saham.

Plus saya pernah melihat youtube orang Indonesia, saya lupa namanya. Dia mengatakan, “Semua orang kaya pasti memiliki saham…” Dari situlah saya ingin tahu. Kenapa kekayaan identik dengan saham. Saya pun membaca banyak informasi mulai dari internet hingga mendengar channel Youtube. Beli buku.

Tepatnya tahun 2019, saya yang benar-benar buta dan orangnya nekat, kemudian memutuskan, saya harus masuk di dunia pasar modal sebagai praktisi. Usia saya ketika itu 34 tahun. Bayangan saya, kalau rugi, saya masih ada usia untuk mencari ganti.

Risiko Tinggi Investasi Saham

Pertama kali yang saya pahami dari investasi saham adalah risikonya yang sangat tinggi. Seperti layaknya orang memiliki perusahaan, bisa rugi bisa untung. Itu menurut saya hal yang wajar.

Tapi risiko investasi saham memang sangat tinggi. Jangan bayangkan dalam satu hari untung sampai 30%. Nanti dulu. Kita sampaikan yang pahitnya agar yang membaca tulisan ini tidak mengumpat pasar modal seperti pemain pada umumnya.

Nih, jika Anda memiliki saham dengan harga Rp200 perlembar atau bawahnya, satu hari Anda bisa kehilangan hingga 35%, hanya dalam waktu satu hari loh. Nah jika uang Anda dibelikan saham senilai Rp100 juta pagi hari, sore hari uang Anda bisa tinggal Rp65 juta rupiah. Apakah Anda kuat menerima kenyataan ini. Satu hari lho ya.

Apakah saya pernah merasakan, dalam satu hari saya belum pernah. Tapi dalam beberapa minggu minus sampai 50% sudah sering. Sekali lagi itulah risiko di pasar modal yang harus saya terima.

Maka ketika saya membuka rekening saham di BNI, marketingnya berpesan, “Mas coba akun trial dulu aja, jangan gegabah. Nanti kalau sudah paham baru masuk lebih dalam.”

Maklum waktu itu saya ditanya emiten saja tidak paham. Pokoknya saya ingin membeli dan memiliki beberapa lembar saham. Nanti juga paham sendiri. Begitu bayangan saya.

Niat Investor Menjadi Trader

Satu lagi pesan marketing sekuritas, “Semua niatnya jadi investor, tapi ujung-ujungnya jadi trader…” begitu pesan kedua dari marketing sekuritas. Saya awalnya hanya manggut-manggut, dalam hati, mas ini belum tahu keteguhan saya.

Tapi ternyata kata-kata mas itu bener. Saya langsung keder. Turun sepuluh persen saja sudah bingungnya bukan main. Langsung dijual. Seratus ribu bagi saya besar. Eh ternyata hilang dalam satu hari. Panik saya.

Begitu seterusnya yang pada akhrinya saya menyadari apa yang dikatakan marketing sekuritas tersebut benar. Mental saya masih belum siap menjadi investor. Ini sudah pasti akan dirasakan oleh mereka yang baru masuk dunia pasar modal.

Niat Rugi di Investasi Saham untuk Belajar

Hingga saya meniatkan diri untuk merugi dengan modal awal yang saya miliki. Beberapa juta rupiah untuk belajar seluk beluk dunia saham. Dari yang investasi di bluechip, saham kelas dua, sampai yang gorengan satu hari naiknya menggila. Saya pernah rasakan.

Saya berprinsip daripada ikut seminar yang jutaan, sekali ikut uang habis, lebih baik praktik sana sini. Sampai tepatnya sekitar satu tahun. Dari situlah saya mulai memahami dunia investasi pasar modal.

Benar saja, uang saya nolnya tinggal lima. Kemudian setiap saya berbuat salah akan sayatulis. Saya masih ingat, investasi di PGAS, saya anggap bluechip, langsung longsor akibat kebijakan penurunan harga gas. Dalam batin, besok paling naik. Eh ternyata turun lagi dan lagi. Saya tidak melihat isu-isu yang menyertai sebelumnya.

Bodoh sekali, harusnya berinvestasi didasari dari membaca.

Masuk di Dunia Saham pada Saat Tidak Tepat

Ada banyak momen terberat di dunia pasar modal, terutama saat ekonomi nasional, atau global memiliki sentimen yang buruk. Contoh 2008. Satu hari bisa nilai saham bisa langsung merosot tajam. Begitu pula di tahun 2019-2020. Ini momen paling berat. Anehnya saya masuk di dua tahun ini. Analisa apapun dijamin sangat sulit diterapkan.

Tahun 2019, adalah tahun pemilu. Ada kerusuhan ketika pengumuman dan lain sebagainya. Pasar modal seperti roal coaster. Naik turun menggila. Di akhir tahun ada perang dagang yang kerjaannya bikin tegang.

Twitter Trump dan komentar Xi Jin Ping mengindikasikan bullish atau bearish yang tajam. Saling serang pajak ekspor dan impor. Ekonomi dunia goyah. Fuh, saya melihat pasar modal yang lebih banyak memerah.

Belum tuntas, Indonesia terkena musibah Jiwasraya yang gagal bayar. Uangnya rata-rata diinvestasikan di pasar modal. Hancur lagi pasar modal Indonesia. Apalagi yang sudah jelas menjadi objek investasi asuransi plat merah tersebut.

Plus 2020 adalah masanya corona menyerang dunia. Kurang lebih sekitar empat hari berturut-turut, pasar modal seperti bunuh diri. Dari IHSG 6.000, menjadi 3.800-an. Gila betul. Banyak investor kemudian mengumpat-umpat di stockbit. Hilang motor dalam satu hari lah, ini itu lah. Pokoknya seram.

Tapi kemudian saya ingat pesan Prof. Nuh di sebuah seminar, pemimpin yang baik adalah yang tahan dengan krisis. Begitu juga investor pasar modal, yang berhasil bukan yang pintar, tapi yang sanggup bertahan di pasar modal saat krisis menerjang. Saya memutuskan tidak keluar. Terus bertahan. Alasan investasi saham saya adalah untuk masa depan.

Membaca Ulang Buku dan Nasehat

Yang saya lakukan pada akhirnya adalah membaca ulang buku-buku karya investor besar, seperti Warren Buffet, kemudian buku Ben Graham berjudul The Great Investor. Saya juga mendengarkan kembali video-video youtube dari para investor seperti Sandiaga Uno. Plus saya berlangganan koran investor.

Berlagak seperti orang kaya, membaca buku, memutuskan investasi dengan uang recehan. Ternyata saya lebih menikmati yang demikian. Saya mulai mengevaluasi kinerja buruk saya selama enam bulan. Oleh sebab itu jika ada yang gagal, coba dengarkan nasehat para investor ulung, pasti dari kita ada yang salah.

Inilah yang membuat saya terus bertahan. Saya sadar ada banyak kesalahan. Seperti tidak mengamalkan kata-kata Mbah Buffet, “Berinvestasilah pada sesuatu yang kamu tahu…”

Kadang tanpa analisa fundamental mendalam saya langsung investasikan dana, hanya tergiur review, grup-grup whatsApp. Hasilnya nihil. Saya keluar dari semua grup saham. Saya putuskan inilah gaya saya. Benar atau salah tidak ada yang tahu. Yang penting saya menikmati. Hehehe.

Analisa Fundamental Perusahaan

Mulailah saya menganalisa fundamental perusahaan. Analisa teknikal cenderung saya jadikan dasar memutuskan waktu membeli lembar saham. Bukan sebagai alasan kenapa membeli perusahaan tersebut.

Saya pada akhirnya rajin membaca laporan keuangan. Apalagi sekarang mudah, bisa membandingkan dari tahun ke tahun melalui aplikasi seperti IPOT, StockBit, dan lain sebagainya. Hal ini membuat segalanya lebih mudah.

Pertanyaan seperti mengapa saya membeli perusahaan tersebut selalu berkelebat, bukan lagi dorongan setan “Ayo masuk, ini akan naik nih…” ini seperti judi yang tidak ada kepastian. Memiliki itulah kata kunci fundamental.

Toh, rata-rata investor yang saya baca mayoritas menggunakan durasi waktu investasi yang cukup lama di dunia saham. Bukan bulanan, mingguan, apalagi harian. Itu seperti pilihan hidup masing-masing. Mereka punya alasan investasi saham yang kuat.

Alasan investasi saham
Gambar: Pixabay.com

Tidak Kuat Menjadi Trader

Salam hormat pada para trader. Saya katakan salam hormat, karena menjadi trader harus fokus melihat papan layar, naik turun sekian persen sangat diperhatikan. Saya pernah melakukannya, tapi ternyata tidak cocok.

Sembari bekerja melihat papan layar grafik, melelahkan. Belum lagi kalau internetnya putus. Maka benar orang yang mengatakan, tidak banyak yang bisa menjadi trader, apalagi untung dari trader. Kecuali mereka memang sengaja hidup dari saham dan terus melihat papan layar seharian.

Di bulan delapan saya masuk bursa saham, barulah saya sadar pasar modal adalah dunia investasi untuk memiliki perusahaan. Jual beli adalah opsi saja. Bisa dilakukan tapi tidak bisa sekadar ikut-ikutan. Ada ilmu, kesabaran, dan siap-siap mental yang kuat. Terutama analisa rasio fundamental saham.

Ingat Konsep Menabung Saham

Saya pada akhirnya mengingat nabung saham. Gerakan yang digaungkan oleh pemerintah untuk memperkaya nilai kapitalisasi pasar modal. Ternyata ini adalah gerakan luar biasa tapi harus paham agar tidak salah prakteknya.

Sampai sekarang saya memiliki pola, kalau gajian saya sisihkan sekian ratus ribu untuk beli saham A. Ada keuntungan dari usaha saya sisihkan lagi untuk membeli saham A. Tapi nunggu waktu membelinya, tidak langsung beli.

Apalagi alasan investasi saham adalah menyimpan uang yang biasanya saya beli untuk gadget, dari HP, Tablet, Laptop. Satu tahun ada lima juta rupiah untuk beli saham, sudah sangat lumayan.

Anti Asuransi dan Menjadi Investor Saham

Dulu orang tua saya berpesan, ikutlah asuransi untuk masa depan anakmu. Begitulah terus didengungkan. Tapi setelah saya tahu Jiwasraya berinvestasi di Saham, BPJS juga memiliki saham di ANTM, dan seterusnya. Maka saya berpikir, lebih baik uang saya di saham langsung. Inilah alasan investasi saham saya.

Saya memutuskan menjadi investor untuk hari yang akan datang. Sekiranya sudah ada lima ratus juta, mendapatkan deviden 4% setiap tahun, itu lumayan. Berarti ada Rp20.000.000 yang didapatkan. Tidak jauh berbeda membangun kontrakan. Ini pemikiran saya.

Di Surabaya, harga rumah kecil Rp400.000.000, biaya kontraknya sekitar Rp25.000.000 dua tahun (2020). Mirip seperti ini konsepnya.

Masalahnya saya tidak punya langsung uang Rp400.000.000 untuk beli rumah usaha kontrakan. Rumah yang ditempati saja cicilannya belum habis. Hutang bank, saya tidak mau terlilit hutang. Sudah banyak hutang. Hehehe.

Maka mending saya investasi lima juta di pasar modal. Naik turun tinggal dinikmati. Ini hanyalah pilihan hidup.

Berbagi Analisa Saham Via Website

Namun salah satu kendala yang saya temukan selama investasi saham di pasar modal adalah mencari sumber analisa berbasis fundamental sebuah emiten. Laik atau tidak untuk menginvestasikan modal kita di perusahaan tersebut.

Rata-rata berbasis teknikal. Fundamental di internet sebatas data. Minim sekali bantuan untuk memberi masukan berdasarkan fundamental tersebut. Inilah salah satu yang menjerumuskan investor pemula. Saya tidak mau banyak orang seperti saya.

Karena saya juga seorang blogger. Maka panduanterbaik.id saya isi pula dengan analisa perusahaan berdasarkan fundamental. Niat saya nantinya ada 50% dari seluruh emiten di pasar modal akan kami analisa untuk bisa jadikan landasan investasi.

Kalau Anda bertanya berapa untungnya? Maaf kami bukan tipe yang menunjukkan portofolio. Tinggal tengok saham terbaik versi kami. Anda akan tahu apa yang kami lakukan. Hehehe.

Paling tidak memberikan pertimbangan jernih kepada para calon investor, atau bahkan investor yang sudah pengalaman. Inilah alasan investasi saham saya yang mungkin bisa menginspirasi, atau bermanfaat bagi yang menikmatinya.

Salam… Mau saran investasi bisa komunikasi di affany1986@gmail.com, berbayar.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *