Kita sering menjumpai jika biaya pendidikan mahal-mahal. Terutama lembaga pendidikan swasta. Tidak hanya jutaan, tapi puluhan juta. Sampai kita melihatnya seperti tidak masuk akal. Tapi ternyata ada fakta menarik yang harus diperhatikan dunia pendidikan di masa depan.
Yaitu konsumen lembaga pendidikan semakin rasional. Tidak hanya berbasis gengsi masuk ke sebuah sekolah, tapi juga lebih selektif dalam memilih. Kami akan sajikan beberapa hal di website kami, plus kunjungan kami ke beberapa sekolah.
Daftar Isi
Magnet Sekolah Mahal Perlahan Pudar
Saya bersyukur memiliki hubungan baik dengan beberapa lembaga pendidikan yang memiliki biaya sangat mahal. Ada yang biaya masuknya di atas 60 juta untuk boarding, ada juga yang 30 juta. Bahkan untuk pendidikan reguler, atau full day, ada yang biaya masuknya di atas 40 juta.
Sebelum pandemi datang, minat terhadap sekolah-sekolah tersebut sudah semakin menurun. Ilustrasinya adalah, yang biasanya memiliki peminat 100, kini hanya 85. Kemudian hadir lagi pandemi Covid-19, minat itu semakin menyusut.

Bahkan bisa hanya setengahnya saja. Dan kami diskusi dengan panitia PPDB, menyampaikan bahwa rata-rata yang membuat batal masuk lembaga pendidikan mahal tersebut adalah biaya yang terlalu mahal. Ya, saya katakan terlalu mahal.
Saya melihat dengan mata objektif, secara kualitas banyak yang sama. Sebelas dua belas. Kemudian secara fasilitas memang ada kelebihan sedikit dibandingkan yang lain. Hanya memang image dari lembaga pendidikan tersebut adalah sekolah bergengsi.
Sebagai gambaran, untuk sekolah lain sejenis memiliki biaya masuk di angka 15-25 jutaan, paling maksimal di 30 juta. Tapi sekolah tersebut berada di atas 35 juta lebih. Ingat, konsumen sekarang lebih rasional.
Sekolah Berbiaya Kompetitif Diminati
Di sisi lain kami silaturahim ke salah satu pengelola sekolah di Bandung. Sekolahnya dikenal cukup bagus, karena sudah menggunakan beragam fasilitas teknologi, seperti Google dan lainnya.
Kalau dari sisi fasilitas, menurut kami di angka 4 dari 5. Tidak terlalu mewah, hanya bagus. Sehingga siswa bisa nyaman berada di sekolah ini. Uniknya adalah kuota PPDB selalu terisi penuh.
Kami melakukan wawancara dengan pihak pengelola sekolah, salah satu kuncinya adalah biaya yang kompetitif. Yaitu di kisaran 24 jutaan (2021). Menurut kami untuk wilayah bandung ini bukan di posisi sekolah termahal.
- Baca:
- Cara Promosi Sekolah di Era Digital
- Cara Pesantren Banyak Siswa di Era Internet
- Cara Membuat Sekolah Inden
Karena rata-rata yang mahal berada di atas 30 juta. Bukan juga yang murah, karena yang murah sekitar di bawah 10 jutaan. Rata-rata di Bandung biaya masuk SD Islam di kisaran 15-25 juta. Artinya ia mengambil segmentasi biaya masuk yang pas.
Di sinilah saya mengatakan konsumen semakin rasional ketika melihat lembaga pendidikan. Tidak langsung dimakan mentah-mentah sekolah yang mahal adalah sekolah yang bagus. Ia akan melihat semua aspek.
Konsumen Semakin Selektif
Ada satu faktor yang dilupakan oleh banyak lembaga pendidikan. Yaitu informasi yang lebih terbuka. Hadirnya banyak blog pendidikan, menjadikan perbandingan antara satu sekolah dengan sekolah lain semakin jelas.
Contoh sederhana seperti SD Islam di Surabaya, di Google orang bisa melihat SD yang berbiasa di bawah sepuluh juta, di atas dua puluh juta, sampai di atas tiga puluh juta. Dan satu lagi, orang langsung bisa membandingkan kelebihan satu sekolah dengan yang lainnya.
Artinya konsumen tidak langsung percaya begitu saja dengan kata-kata dari orang lain, dia akan memeriksa terlebih dahulu di internet kebenaran informasi tersebut. Untuk fasilitas, konsumen cukup melihat dokumentasi youtube.
Dan faktor biaya adalah penentu dari pilihan konsumen. Karena hampir dipastikan, titik akhir pilihan lebih karena faktor biaya. Contoh, kemampuan saya adalah spp sebulan 1 juta, maka saya akan mencari sekolah dengan SPP sebesar itu.
Artinya untuk lembaga pendidikan, hal ini berarti harus menentukan biaya pendidikan yang lebih rasional. Tidak bisa langsung uang infaq sebesar dua puluh juta. Konsumen akan melihat lebih detil.
Belajar dari Samsung
Untuk mengilustrasikan hal ini, saya lebih mudah mengibaratkan seperti dunia handphone. Dulu mungkin Samsung berjaya menjadi brand handphone yang cukup digemari. HP-nya memang bagus.
Tapi kemudian datanglah handphone pilihan lain yang kualitasnya mirip, tapi harganya jauh lebih murah. Xiaomi, Oppo, dan brand-brand lain. Ketika semuanya direview di youtube, di blog-blog, penjualan brand baru tersebut melejit.
Begitu juga dengan sekolah. Ke depan akan demikian. Konsumen akan mempertimbangkan banyak faktor penting ketika menentukan pilihan lembaga pendidikan, konsumen semakin bebas memilih.
Tapi lagi-lagi lembaga pendidikan perlu belajar ke Samsung. Ketika menyadari persaingan sedemikian ketat, Samsung memberikan pilihan handphone dengan harga yang hampir mirip meski lebih mahal. Ilustrasinya, dengan kualitas sama, HP Samsung dihargai 3.5 juta, HP lain dihargai 3.2 juta. Pasti konsumen mulai bimbang. Heheh.
Persoalannya adalah apakah lembaga pendidikan berani seperti Samsung? Jika tidak, Anda harus siap dengan konsumen yang semakin mengerucut. Dulu konsumennya pemilik kolam ikan, sekarang hanya pemilik kolam ikan koi saja.