Episode 2 | Novel Cinta Kekasihku

Posted by

“Kring!!!!” jam weker berdering, sengaja dibunyikan pukul lima pagi, tak seperti biasanya, Fida tidak mematikan, ia benar-benar bangun, tanpa berganti busana ia langsung pergi ke kamar Mamah. Ia berlari kencang sembari memeluk selimut, pintu kamar dibiarkan terbuka.

“Mamah!!!” Fida dengan manja berteriak memanggil walau belum sampai di kamar mamahnya, rambut sebahunya tergerai acak-acakkan, pintu kamar mamahnya bergegas dibuka, “Mamah!!!” tapi kosong, tak ada penghuninya, Mamah sudah berangkat ke kantor.

Fida lempar selimut di tangan, kesal, dilihatnya jam dinding, masih pukul lima lebih dua menit, ia tidak tahu jam berapa mamahnya berangkat, ia tidak telat bangun, tapi mungkin Mamah mengejar waktu untuk meeting di kantor.

Lagi dan Lagi

Hari ini pengambilan raport. Fida tidak mungkin hanya memberitahu lewat telpon, pasti mamah akan segera melupakannya, ia harus bertemu, tapi pertemuan itu tidak bisa Fida dapatkan begitu saja, pupus. Fida juga tak mungkin sms ayahnya, ia sudah tahu kalau minggu ini ke Perancis, minggu depan katanya ke Uzbekistan, minggu selanjutnya ke Australia. 

“Mamah sudah berangkat Neng,” mbok Lastri datang, ia tampak terengah-engah dari dapur, berdiri di antara lubang pintu kamar ibunya.

“Sebel!!! Sebel!!! Sebel!!!” Fida lempar semua bantal di atas ranjang Mamahnya.

“Kenapa Neng?” mbok Lastri mendekat, ia sudah terlalu sering lihat anak tunggal ini marah sendiri.

“Nanti pengambilan hasil kelulusan, orang tua teman-teman semuanya datang, tapi Papah Mamah dari pertama kali masuk SMA sampai sekarang belum pernah datang,” wajah Fida seperti kertas kado diremas-remas, kusut tak berbentuk, wajah bangun tidurnya berantakan.

Mbok Lastri duduk dekat Fida, mengelus punggungnya, “Papah Mamah kan sibuk, neng Fida maklum saja.”

“Tapi masa tidak ada waktu sedikit pun untuk Fida mbok. Nanya gimana sekolah Fida saja tidak pernah, ngobrol saja sulit banget, rapat kek, ada meeting kek, lagi ada nasabah kek. Sebel!!! Sebel!!!” Fida luapkan kekesalannya, semua bantal sudah habis dilempar, kamar tampak acak-acakkan. Fida tidak tahu lagi harus mengeluh pada siapa, tubuhnya tersungkur di ranjang meremas selimut.

“Coba telpon mamah neng,” mbok Lastri coba mendekat, duduk menenangkan.

Fida terdiam beberapa saat, baru kemudian ia menurut, “Mamah di mana?”

“Di jalan sayang, sebenarnya pengin menghindar dari macet, tapi ini malah kejebak, mau rapat.”

Tuh kan, bagaimana Fida tidak kesal, “Hari ini pengambilan raport Mah.”

“Kenapa kamu ga’ bilang dari kemarin, kan bisa mamah jadwalkan. Nanti Mamah usahakan sayang.”

Jawaban yang sama, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Dulu satu hari sebelum pengambilan raport sudah pesan ke Mamah, tapi kenyataannya esok harinya lupa. Yang diingat justru rapat, rapat, rapat, dan rapat. Masa anak mengingatkan orang tua seperti sekertaris, harus berpuluh-puluh kali.

Padahal Fida gadis yang cenderung pendiam, seperti Ayahnya, tapi ia sudah mengandung kesal sejak lama. Terutama pada Ibunya yang seperti tak punya anak. Selalu mementingkan pekerjaan yang tak pernah ada habisnya. Alasannya selalu sama, “Kan uangnya untuk kamu sayang.”

Fida sampai memeluk mbok Lastri seperti ibunya sendiri, “Mbok.”

Mbok Lastri tahu betapa sepi derita anak majikannya. Pernah satu hari Fida pura-pura sakit agar dekat dengan ibunya, saat itu berhasil, Ibunya datang untuk sejenak satu hari bersama Fida. Tapi tidak mungkin hal itu dilakukan setiap hari. Fida sudah bosan, benar-benar bosan. 

“Sudah neng, yang sabar ya,” mbok Lastri hanya bisa katakan ini.

Fida diam, pipinya kini bersandar di paha Mbok Lastri.

“Pakaian Mbok bau neng,” mbok Lastri hanya orang kampung yang menjadi abdi di rumah Fida.

Tapi Fida terus diam, tak pernah berpikir apakah bau, ataukah wangi, yang ia butuhkan tempat bersandar.

“Apa mereka lupa ya mbok sama Fida,” suara Fida setengah serak di pagi hari.

“Tidak neng, mereka tidak lupa, mereka pasti sayang neng Fida.”

“Mbok hanya ingin menyenangkan Fida saja kan?” Fida menoleh ke dagu mbok Lastri.

“Tidak Neng.”

Cinta atau Sendiri?

Fida kembali terdiam. Keadaan di rumahnya sudah bukan lagi tempat peristirahatan, bukan lagi tempat indah untuk melepas lelah, justru semakin hari semakin sepi yang dirasakan. Bahkan Fida lebih nyaman bermalam di tempat teman, ada tempat becerita, ada tempat untuk tertawa, berbagi, tapi Fida juga iri melihat kemesraan teman bersama ibunya.

Memang Fida sudah besar, tapi kata siapa orang dewasa tak membutuhkan yang namanya cinta. Laki-laki juga sudah besar, tapi butuh istri untuk tempat bersandar, butuh teman, dan Fida tak mendapatkan itu sekarang. Sudah sejak lama, tapi rasanya Fida merasakan rasa kesalnya sekarang, ia sudah tidak tahan, tapi ia tidak tahu bagaimana harus melampiaskan.

Baca Episode 3 Novel Cinta Kekasihku di link ini!

oleh: Lena Syahida diterbitkan Affany

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *