Pesantren An Nahdlah Depok

Tingkatan Kitab Nahwu di Pesantren

Posted by

Tingkatan kitab Nahwu menjadi aspek penting dalam dunia pesantren, santri bukan hanya belajar mengaji dan membaca Al-Quran saja, tapi juga yang paling penting adalah belajar tata bahasa arab, nahwu. Terutama untuk membaca kitab kuning.  

Tidak seperti Al-Qur’an, kitab kuning terkenal dengan istilah kitab gundul tanpa harakat (tidak ada fathah, kasroh, ataupun dhommah). Lantas, bagaimana caranya santri bisa memahami isi kitab jika kitabnya saja gundul bahkan full bertuliskan bahasa arab? 

Jawabannya adalah belajar ilmu nahwu. Oleh sebab itu kami akan mengulas tingkatan kitab Nahwu di Pesantren. Umumnya tingkatan ini digunakan di pesantren kitab kuning.

Yang Dimaksud Ilmu Nahwu 

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ketika mempelajari kitab kuning, santri dihadapkan dengan kitab gundul, full berbahasa arab, dan tanpa arti. 

tingkatan kitab nahwu

Ilmu nahwu sendiri merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan tatanan (bentuk huruf / harokat terakhir) dari suatu kata. Singkatnya, ilmu nahwu adalah ilmu dasar dari tatanan bahasa arab yang tujuannya membantu pembaca mengerti isi dari bacaan pada kitab. 

Jadi, tiap orang yang ingin bisa membaca kitab haruslah terlebih dahulu belajar ilmu nahwu / kitab nahwu. Dan menariknya, di pondok pesantren santri harus belajar kitab nahwu yang terbagi menjadi beberapa tingkatan kitab Nahwu (tobaqoh). 

Tingkatan Pertama Nahwu

Kitab nahwu al jurumiyyah atau kitab jurumiyyah adalah kitab tingkatan pertama yang diperuntukkan santri pemula atau santri yang berada pada tingkatan ula (madrasah ula). 

Tidak banyak yang mengetahui bahwa kitab yang ditulis dan dikarang oleh Abu Abdillah Sidi Muhammad bin Daud Ash-Shanhaji alias Ibnu Ajurrum pada tahun 7 masehi atau 13 hijriah ini memiliki nama asli kitab Al Muqaddimah Al Ajurrumiyyah fi Mabadi’ Ilm Al Arabbiyyah. 

Sesuai dengan namanya “Al Muqaddimah”, materi-materi yang ada pada kitab ini adalah materi muqaddimah (pengantar) dari ilmu nahwu yang ditulis secara singkat dengan rumus-rumus dasar pelajaran bahasa arab dan berirama. 

Sehingga isi kitab lebih mudah dihafal dan juga ringkas. Uniknya, karena kitab jurumiyyah adalah kitab pengantar dan paling mendasar, maka dibutuhkan kitab-kitab penjelasan sebagai lanjutan. Ini memang tingkatan kitab Nahwu di Pesantren yang pertama.

Kitab Imriti / Nadzom Imriti 

Di tingkatan kitab nahwu kedua ada kitab imriti atau nadzom imriti. Kitab yang mempunyai nama asli Ad-Durrotu al-Bahiyyah Nadzmu Al-Ajurumiyyah ini ditulis oleh Yahya bin Nur ad-Din Abi al-Khoir bin Musa al- Imrithi as-Syafi’i al-Anshori al-Azhari. 

Seperti apa kitab imriti? Kitab imriti adalah kitab yang menadzomkan matan kitab jurumiyyah. 

Nah, kata “menadzomkan disini maksudnya adalah pengarang mengambil materi-materi yang ada di dalam kitab jurumiyyah yang berbentuk prosa, dan kemudian dari prosa tersebut dikreasi ulang menjadi sebuah karangan dalam bentuk sajak. 

Dalam beberapa literatur menyebutkan bahwa kitab imriti tidak hanya menadzomkan matan jurumiyyah, tetapi juga mensyarahkannya (menjadi kitab penjelasan jurumiyyah).

Dilansir dari alif.id, jumlah nadzom yang terdapat pada kitab imriti sangat lah banyak. Ada sekitar 254 nadzom, oleh karena itu, kitab imriti juga dibagi menjadi beberapa tingkatan. Imriti satu, dua, dan tiga.

Jadi modelnya yakni santri di tingkatan wustho’ (tingkatan kedua setelah ula’) dibagi menjadi wustho’ satu dengan kitab imriti satu, dan begitu seterusnya. Disesuaikan dengan kemampuan tiap santri. Ini memang tingkatan kitab Nahwu di pesantren yang kedua.

Kitab Mutammimah 

Salah satu kitab penjelasan dari kitab Al Jurumiyyah adalah Kitab Mutammimah Al-Ajurumiyah Fi Ilm Al-Arabiyah. Adalah Syaikh Syamsuddin Al-Maliki yang telah menulis kitab Mutammimah sebagai bentuk dari penyempurnaan kitab matan jurumiyyah. 

Kitab ini memberikan syarah-syarah (penjelasan) lebih detail dari dari apa yang telah dijabarkan di kitab jurumiyyah. Dan juga kitab ini sering disebutkan sebagai kitab perantara antara kitab jurumiyyah dengan kitab alfiyah. 

Selain kitab mutammimah, ada kitab Tuhfatus Saniyah syarh Muqoddimah Al-Ajurumiyah, dan beberapa kitab penjelasan lainnya. 

Alifiyah Tingkatan Nahwu Tertinggi

Jika di tingkatan ula santri belajar kitab jurumiyyah, kemudian pada tingkatan wustho’ santri belajar kitab imriti, maka santri di tingkatan terakhir atau yang paling tinggi (ulya’) belajar nahwu kitab alifiyah. 

Tingkatan tertinggi dalam kasta kitab nahwu ini memiliki nama asli kitab Al-Khulasa Al-Alifiyya atau yang terkenal dengan istilah kitab alifiyah. Penulisnya adalah seorang ahli bahasa arab kelahiran Jaen, Spanyol. Beliau yang bernama Ibnu Malik. 

Lantas, apa yang membedakan kitab alifiyah dengan kitab-kitab sebelumnya? 

Dari sisi matan (isi), kitab alifiyah tetap lah sama dengan kitab sebelumnya. Yakni kitab yang berisi syair (irama) tentang tata bahasa arab. Yang berbeda adalah jumlah isi yang ada. 

Kitab alifiyah berisi 1002 nadzom (bait) dan setidaknya memiliki 43 kitab penjelasan (syarah) yang digunakan umat islam untuk belajar bahasa arab. 

Nah, itu tadi beberapa tingkatan kitab nahwu di pesantren yang dipelajari para santri dan santriwati. Kitab yang telah kami sebutkan tadi seluruhnya adalah kitab-kitab yang populer digunakan pondok pesantren. 

Ulasan kami tentang tingkatan nahwu ini adalah standar yang banyak digunakan. Meskipun begitu, ada juga beberapa pesantren yang mungkin berbeda kurikulumnya. Seperti menggunakan Nahwu Wadih seperti yang dilakukan di pesantren-pesantren modern. 

Semoga bacaan ini menjadi informasi yang bermanfaat dan bisa menambah wawasan kita semua. 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *